KASUS tindak pidana perdagangan orang (TPPO) belakangan terus meningkat. Korbannya bukan hanya warga negara Indonesia, melainkan juga dari negara lainnya di Asia Tenggara. Persoalan ini bahkan sudah menjadi masalah regional sehingga menjadi bahasan serius dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo, yang digelar Mei lalu. Di Indonesia, publik tentu belum lupa kasus puluhan orang WNI yang disekap di Myanmar dan Laos beberapa waktu lalu. Mereka juga ialah korban TPPO. Menurut Migrant Care, kasus ini hanyalah fenomena gunung es karena bisa menjadi banyak yang belum terungkap.
Menurut catatan lembaga itu, pada April hingga November 2022, ada 189 WNI yang dipekerjakan di perusahaan penipuan daring (online scammer) dan 17 orang yang dipekerjakan di perusahaan judi online. Migrant Care menyebut negara yang menjadi tujuan paling banyak pada kasus TPPO yang melibatkan WNI ialah Kamboja dengan jumlah 194 orang, Laos (6), Myanmar (5), dan Filipina (1). Kebanyakan para korban itu ialah laki-laki, yakni berjumlah 190 orang dan perempuan 16 orang.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyebut kasus TPPO yang dialami pekerja migran Indonesia melonjak cukup drastis pada periode tahun 2020-2023, yakni sebanyak 1.800 kasus atau naik tujuh kali lipat. Mulai sekitar lebih 140 kasus pada 2020 hingga 2021, kemudian meroket di angka 700 kasus pada tahun 2021 sampai 2022, dan terakhir menyentuh angka 1.800 orang pada 2023.
Maraknya kasus TPPO ini membuat Presiden Joko Widodo memberi arahan agar penindakan dilakukan dengan tegas tanpa ada beking. Dalam beberapa hari terakhir ini, sederet kasus pun sudah diungkap lewat Satgas TPPO yang dikoordinasi Polri sebagai pelaksana harian dari tim ini. Kita tentu mengapresiasi kinerja satgas TPPO. Namun, upaya ini hendaknya terus dilakukan jangan sekadar hangat-hangat tahi ayam. Polri pun tentu tidak bisa bekerja sendiri. Kerja sama dari Kementerian Tenaga Kerja, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pihak Kemenlu, bahkan aparatur di tingkat desa, tentu harus ditingkatkan. Jangan ada ego sektoral. Semuanya mesti terbuka dan bahu-membahu memberantas kejahatan kemanusiaan ini.
Selain itu, upaya yang terpenting tentu saja menyediakan lapangan kerja di dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Para pekerja migran yang nekat bekerja di luar negeri secara illegal, pada umumnya lantaran kesulitan mencari kerja di desanya. Mereka umumnya juga kurang berpendidikan sehingga mudah tergiur iming-iming calo atau para makelar tenaga kerja. Persoalan di hulu inilah yang paling krusial dibenahi. Sosialisasi hingga ke tingkat desa harus semakin sering dilakukan, termasuk dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat.
Langkah terpenting lainnya ialah aparat penegak hukum juga harus berani menindak tegas para pelaku human trafficking ini agar memberikan efek jera. Jangan ada impunitas, apalagi istilah beking-bekingan seperti yang disampaikan Presiden. Selama persoalan ini tidak dibenahi dengan serius, kasus TPPO seperti cerita lama yang selalu terulang kembali. Terjadi dan terjadi lagi.